Malaysia-Indonesia capai sepakat pelayanan pastoral tentang migran

Pertemuan para pelayan pastoral berkaitan migran Malaysia dan Indonesia telah berlangsung pada 2-5 Oktober lalu.

Oct 20, 2017

MATALOKA, Flores: Pertemuan para pelayan pastoral berkaitan migran Malaysia dan Indonesia telah berlangsung pada 2-5 Oktober lalu.

Hasil pertemuan selama lima hari itu telah mencapai tiga kesepakatan yang juga akan diterbitkan dalam Bahasa Malaysia dan Inggeris.

Kesepakatan yang sudah dirumuskan dan dibacakan pada sesi akhir pertemuan itu antara lain menyebut:

Keuskupan-keuskupan asal memandang perlu adanya gerakan bersama sebagai gereja kaum migran kerana belum semua perangkat pastoral menjadikan isu migran sebagai karya pastoral bersama.

Perlu juga dibentuk satu paroki migran di setiap keuskupan sebagai contoh. Dengan demikian parokiparoki lain dapat belajar tentang pastoral migran dan perantau. Di paroki migran ini perlu ada kegiatan seperti katekesis tentang cara migrasi yang betul dan menurut undang-undang serta penekanan menjadi perantau yang bermartabat.

Selain itu, Keuskupan-keuskupan asal migran juga sepakat membentuk desk migran dan perantau serta melanjutkan usaha membantu meningkatkan ekonomi eluarga-keluarga migran.

“Desk Migran dan perantau dikoordinasi oleh Pusat Pastoral dan Komisi Migran dan Perantau. Manakala ekonomi dilakukan dalam kerja sama dengan Komisi PSE dan lembaga Caritas,” ujar Komisi Migran dan Perantau Keuskupan Agung Ende, Fr Edu Raja Para,

Keuskupan transit, diharapkan dapat memusatkan perhatian pastoral bagi tenaga kerja yang tinggal sementara sebelum mereka pergi ke Malaysia atau kembali ke kampung asal. Terhadap para tenaga kerja itu, disepakati pembangunan paroki migran, rumah singgah, dan rumah advokasi di daerah perbatasan

“Keuskupan Tanjung Selor akan mengoptimalkan paroki migran di daerah perbatasan, iaitu di Nunukan. Selain itu, disepakati juga pembangunan rumah singgah dan rumah advokasi. Ini untuk membantu para migran sama ada yang akan pergi ke Malaysia mahupun yang akan pulang,”ujar Edu.

Sementara itu keuskupan tujuan, jelas Edu, sepakat mengirim tenaga pastoral untuk melayani para migran. Melalui forum ini juga termaterai nota kesefahaman (MoU) dengan paroki-paroki di Flores untuk mengirim Paderi, Sister dan Katekis.

“Masalah yang dihadapi keuskupan tujuan adalah keterbatasan tenaga pastoral. Kerana itu, perlu dibuat MoU dengan keuskupan-keuskupan di Flores. Mereka mesti memberdayakan tenaga katekis awam sehingga para migran juga dapat menjadi pengajar iman,”kata Edu.

Mengenai tenaga pastoral, wakil dari Keuskupan Keningau, Msgr Gilbertus Joseph Engan mengakui terbatasnya tenaga pastoral dalam hal migran dan ia menjadi persoalan utama yang dihadapi keuskupankeuskupan di Malaysia.

Oleh itu, keuskupan-keuskupan di Flores diharapkan dapat meningkatkan pelayanan pastoral bagi para migran di tempat mereka bekerja.

“Oleh itu, perlu MoU antara keuskupan asal, transit, dan keuskupan tujuan. Kalau sudah ada MoU, lebih mudah mengatur pastor, katekis atau sister untuk membantu melayani migran di Sabah,” kata Msgr. Gilbert.

Kerja sama dengan keuskupan – keuskupan asal para migran, lanjut Msgr. Gilbert, tidak hanya untuk pelayanan sakramen bagi para migran di keuskupan tujuan. Bidang-bidang lain dari pelayanan pastoral bagi para migran juga dapat dilakukan jika ada komunikasi yang lancar antara keuskupan.

Naskhah kesepakatan itu akan dikirim ke setiap keuskupan asal para migran di Flores, Keuskupan transit Tanjung Selor, dan tiga keuskupan di Malaysia untuk ditandatangani para uskup.

“Setelah itu, hasil kesepakatan ini dilaksanakan oleh perangkat pastoral baik di masing-masing keuskupan, mahupun secara bersama antara keuskupan,” kata Edu.--mirifica.net

Total Comments:0

Name
Email
Comments