Katolik global desak pemimpin dunia bantu akhiri krisis berdarah di Myanmar

Beberapa kumpulan Katolik yang berpengaruh dari seluruh dunia bersama-sama menyeru agar pemerintahan militer di Myanmar ketika ini segera diakhiri dan komuniti global dapat “mengambil tindakan diplomatik yang tegas” untuk memulihkan demokrasi di negara itu.

Mar 20, 2021

YANGON: Beberapa kumpulan Katolik yang berpengaruh dari seluruh dunia bersama-sama menyeru agar pemerintahan militer di Myanmar ketika ini segera diakhiri dan komuniti global dapat “mengambil tindakan diplomatik yang tegas” untuk memulihkan demokrasi di negara itu.

Dalam pernyataan bersama, SIGNIS, Pax Christi International, dan Focolare Movement menyeru agar kempen “salah maklumat” oleh militer yang bertujuan untuk memastikan dan membenarkan kekuasaan mereka.

“Kami menolak kempen memanipulasi maklumat oleh militer Myanmar yang membenarkan tindakan mereka,” bunyi pernyataan bersama mereka yang dikeluarkan pada 16 Mac.

Mereka juga menyeru “perlindungan bagi jurnalis yang ditangkap dan mendapat perlakuan buruk kerana menyebarkan berita dan informasi palsu tentang apa yang terjadi di seluruh dunia.”

Militer merampas kekuasaan di Myanmar pada 1 Februari setelah melancarkan tuduhan kecurangan  dalam pemilihan umum bulan November lalu.

Kumpulan-kumpulan Katolik itu mengutuk rampasan kuasa tersebut dan menyatakan sokongan terhadap seruan yang sebelumnya disampaikan oleh para pemimpin gereja, termasuk Sri Paus Fransiskus dan Kardinal Charles Maung Bo dari Yangon, untuk mengadakan “dialog yang bermakna”.

Mereka meminta negara-negara, terutama di kawasan Asia-Pasifik, untuk mendesak militer Myanmar agar mundur dan tidak “mengeksploitasi situasi (di Myanmar) untuk kepentingan geopolitik mereka sendiri.”

“Kami menyesali otoriterisme ekstrem yang dianggap perlu untuk menginjak-injak konstitusi negara,” kata kumpulan-kumpulan Katolik itu.

Mereka mendesak anggotanya di seluruh dunia untuk “menjadi suara bagi rakyat Burma” dan melaporkan kepada media tentang situasi di Myanmar.

SIGNIS merupakan organisasi komunikator Katolik global yang  memiliki ribuan afiliasi dikebanyakan negara.

Dalam protes yang telah berlangsung selama sebulan lebih itu pasukan keamanan Myanmar telah membunuh lebih 190 orang. Kumpulan Katolik antarabangsa itu mencatat semangat “warga berani” di Myanmar yang kembali ke jalan setiap hari untuk memprotes secara damai, bahkan ketika tentera memukul dan menembak mereka.”

Mereka bergabung dengan seruan yang semakin kuat untuk pembebasan penasihat negara Aung San Suu Kyi dan pemimpin lainnya yang ditahan, serta menyeru kuat agar kekerasan dan penahanan sewenang-wenang terhadap penunjuk perasaan dihentikan.  Mereka juga menyerukan “keadilan terhadap kekejaman yang dilakukan oleh tentera terhadap orang-orang Rohingya dan etnik minoriti  lainnya.”

Pada 16 Mac, keluarga daripada puluhan orang yang terbunuh dalam demonstrasi anti pemerintahan militer menghadiri pemakaman mereka saat semakin banyak penunjuk perasaan rasa melawan pasukan keamanan dan setidaknya seorang ditembak mati.

Sementara itu Persatuan BangsaBangsa Bersatu mengatakan bahawa krisis politik dan ekonomi sejak rampasan kuasa pada 1 Februari telah menyebabkan orang miskin menjadi kelaparan kerana harga makanan dan bahan bakar meningkat. 

Pada 15 Mac, lebih 20 orang ditembak mati oleh pasukan keamanan malah sehari  sebelumnya 74 orang terbunuh, termasuk rakyat di pinggiran kota Yangon tempat fabrik-fabrik yang didanai China hangus dibakar.

Pada 16 Mac, sebuah krematorium di Yangon melaporkan sebanyak 31 pemakaman terjadi pada hari itu. Beberapa buah keluarga mengatakan kepada media bahawa pasukan keamanan bahkan menyita mayat para mangsa, tetapi mereka tetap akan mengadakan pemakaman. Semasa protes kecil di kota Dawei di bahagian selatan pada 16 Mac, warga mengangkat foto Suu Kyi dan menyerukan diakhirinya penindasan. — LiCASnews.com

Total Comments:0

Name
Email
Comments