Kesediaan untuk meminta maaf berkali-kali

Injil Matius yang akan kita dengarkan hari ini (Mat 18:21-35) menunjukkan keharusan adanya penyesalan, lebih tepat pertobatan, dan kesediaan untuk saling memaafkan berkali-kali atau mengampuni, bila kita ingin disebut orang Kristian sejati.

Sep 15, 2023

HARI MINGGU BIASA KE-24
TAHUN A
SIRAKH 27:30-28:9
ROMA 14:7-9
INJIL MATIUS 18:21-35

Injil Matius yang akan kita dengarkan hari ini (Mat 18:21-35) menunjukkan keharusan adanya penyesalan, lebih tepat pertobatan, dan kesediaan untuk saling memaafkan berkali-kali atau mengampuni, bila kita ingin disebut orang Kristian sejati.

Dua masalah diajukan kepada kita: Pertama: Pertanyaan Petrus kepada Yesus: berapa kali kita memaafkan sesama kita yang berbuat tidak baik (berdosa) terhadap kita (ay. 21-22). 2. Jawaban Yesus: pengampunan tidak mengenal batas (ay.22), dan diterangkan- Nya dengan perumpamaan tentang seorang hamba, yang tidak kenal ampun mahupun belas kasihan (ay.23-24).

Sangat menarik, bahawa Yesus tidak menjawab pertanyaan Petrus berapa kali orang harus memaafkan sesamanya, melainkan bagaimana seharusnya sikap orang yang bersalah/berdosa mahupun orang yang memaafkan/mengampuni.

Dalam perumpamaan itu hamba pertama berasa takut, tidak berharga dan rendah diri ketika dia menghadap dan memohon kesabaran si raja. Tetapi sesudah diampuni oleh raja, dia menemui kembali kekuatannya, tetapi menuntut pembayaran kembali hutang rakannya seperti seorang hamba. Apabila rakannya ini tidak dapat mengembalikan hutangnya, yang jauh lebih kecil daripada hutangnya sendiri, dia memasukkan rakan itu ke dalam penjara.

Bukankah demikian sebenarnya sikap kita terhadap sesama kita? Bagaimana sifat pengampunan kita terhadap mereka, yang kita anggap telah berbuat jahat terhadap diri kita?

Pada akhir perumpamaan itu kesimpulan yang diberikan Injil adalah kata-kata Yesus ini: “Demikianlah Bapa-Ku yang di syurga akan berbuat terhadap kamu, apabila kamu masing-masing tidak mengampuni saudaramu dengan segenap hatimu” (ay.35). Yesus mengingatkan kita, bahawa Bapa-Nya akan menunjukkan sikap yang sama terhadap siapa pun, seperti sikap si raja terhadap hambanya yang tidak tahu berbelaskasihan.

Maka timbullah pertanyaan: apakah sebenarnya yang disebut pengampunan? Pengampunan mengandaikan sesuatu yang harus diampuni/ dimaafkan. Mungkin kecil atau besar, pendek kata ada orang yang berbuat tidak baik terhadap diri kita.

Menurut kata aslinya pengampunan bererti menyingkirkan atau membuang jauh-jauh.
Mengampuni/memaafkan bererti tidak terpengaruh lagi oleh sesuatu yang tidak baik, yang pernah dialami. Kemarahan, rasa dendam atau benci dilupakan!

Maka Yesus menuntut daripada murid-murid-Nya pengampunan tanpa batas. Nah, kita akui bahawa mengampuni atau berbelas kasihan tanpa batas kepada sesama ternyata bukanlah hal yang mudah!

Pengampunan tidak bererti bahawa kita segera langsung sudah berdamai, sudah terlaksana rekonsiliasi.

Namun, bila ada niat baik mulailah adanya suatu proses penyembuhan, yang menolong kita untuk menyingkirkan rasa dendam atau benci.

Bila kita tidak mengikuti nasihat Yesus tentang pengampunan, maka sungguh besar implikasi atau akibatnya untuk hidup kita baik sekarang mahupun hidup yang akan datang.

Tahukah dan sedarkah kita, bahawa nasib keselamatan abadi kita kelak dinodai, dihambat, dan sangat rugi akibat ketidakmampuan kita untuk saling memaafkan/mengampuni selama kita masih hidup di bumi ini?

Kerana itu sungguh bagus untuk kita merenung dan membaca apa yang dikatakan oleh Sirakh dalam bacaan pertama (Sir 27:30-28:9).

Antara lain dikatakan: “Dendam kesumat dan amarah sangat mengerikan, dan orang berdosalah yang dikuasanya. Barangsiapa membalas dendam akan dibalas oleh Tuhan. Tuhan dengan seksa memperhitungkan segala dosanya. Ampunilah kesalahan sesama, maka nescaya dosa-dosamu akan dihapus juga” (27:30-28:1-2)

Yesus telah mendirikan Gereja- Nya untuk meneruskan karya keselamatan-Nya. Yesus datang menyatukan semua umat manusia, Dia telah merobohkan tembok-tembok segala bentuk perpisahan antara sesama.

Maka marilah kita semua sebagai anggotanya, baik di antara kita sendiri mahupun dengan sesiapa pun lainnya, baik dalam hubungan mahupun pergaulan dalam keluarga dan lingkungan sesama, ikut memupuk dan menghayati semangat dan jiwa pengampunan satu sama lain.

Rasa dendam dan benci melumpuhkan semangat hidup kita. Tetapi pengampunan dan rekonsiliasi satu sama lain adalah sumber damai dan kebahagiaan sejati Kerajaan Tuhan di bumi kita ini. — Msgr F.X Hadisumarta O.Carm, imankatolik

Total Comments:0

Name
Email
Comments