Status dan kerasulan

Sep 28, 2024

HARI MINGGU
BIASA KE-26
TAHUN B
BILANGAN 11: 25-29
YAKOBUS 5: 1-6
MARKUS 9: 38-43, 45, 47-48

Dalam Injil Markus Bab 9 iaitu dalam ayat 14-29 diceritakan bahawa murid-murid Yesus tidak berhasil mengusir roh jahat dari seorang kanak-kanak.

Kemudian, dalam Injil yang sama hari ini (ay. 38-40) ia menceritakan tentang seseorang yang bukan murid Yesus, tetapi berhasil mengusir syaitan. Maka murid-murid Yesus mahu melarang dia, tetapi Yesus tidak membenarkan para murid-Nya untuk melarang orang itu!

Yesus menegaskan: “Sesiapa tidak melawan kita, dia ada di pihak kita”(ay.40). Timbul pertanyaan: Mengapa murid-murid Yesus gagal mengusir syaitan? Bagaimana menjadi murid Yesus yang sejati?

Ketika mereka bertanya: “Mengapa kami tidak dapat mengusir roh itu?”, Yesus menjawab: “Jenis ini tidak dapat diusir kecuali dengan doa” (ay.28-29). Ternyata pendirian dan sikap yang dimiliki murid-murid dalam melakukan perbuatan mereka tidak seperti yang diajar oleh Yesus, Guru mereka! Keberhasilan orang yang bukan murid Yesus dalam mengusir roh jahat, dilihat dan dirasakan oleh murid-murid Yesus sebagai bahaya atau ancaman terhadap “status rasmi mereka sebagai murid Yesus”.

Status kedudukan, pangkat, jabatan atau apa pun bentuknya, bukanlah jaminan atau tanda kesungguhan kerasulan. Sikap murni, jujur, tidak mementingkan diri sendiri dalam melaksanakan tugas, itulah yang ingin disampaikan Yesus kepada murid-murid-Nya.

Dalam Yesus, jangan mengejar status mahupun kedudukan! Setiap orang, sesiapa pun, sama ada rasmi sebagai murid Yesus, mahupun tidak mengenal Yesus, mereka harus bersikap dan berbuat seperti dilakukan oleh Yesus dan berpihak kepada-Nya.

“Sesiapa tidak melawan kita, dia ada di pihak kita”, tegas-Nya! Memiliki status apa pun, harus dilengkapi dengan sikap kasih dan kelembutan hati.

Yesus tidak marah dan tidak menghalang apabila ada orang yang bukan murid-Nya tetapi mengusir syaitan atas nama-Nya. “Sesungguhnya, sesiapa memberi kamu minum secangkir air oleh kerana kamu adalah Pengikut Kristus, dia tidak akan kehilangan ganjanrannya” (ay,41).

Ternyata untuk berpihak atau mengikuti Yesus, kita harus merenung serta memeriksa diri sendiri, apakah kita benar-benar mengikuti Dia atau sebaliknya? Dalam Injil ternyata Yesus mengajak murid-muird-Nya menyedari akan gaya hidup, pelayanan atau tugas mereka. Yesus menegaskan agar kita, para murid –Nya tidak menjadi batu halangan bagi sesama, khususnya bagi kanak-kanak.

Yesus ingin mengajak setiap orang untuk membebaskan diri dari kasih egosentrik iaitu sikap yang amat mengasihi diri sendiri sehingga kasih Tuhan dan sesama tidak dipedulikan.

Sifat manusia egosentrik inilah yang diibaratkan sebagai tangan, kaki dan matanya, yang harus dipenggal dan dicungkil, untuk menyelamatkan tubuh kita dari dicemari dosa. Namun, Yesus bukan mengajak kita membuat mutilasi sebaliknya secara simbolik, memotong atau menjauhkan kita dari egoisme.

Kita sebagai orang yang secara rasmi beragama Katolik, orang yang telah dibaptis dalam Kristus, harus berani untuk selalu memeriksa diri.

Agama kita adalah agama yang benar dan baik. Namun, memeluk agama yang benar tidak semestinya kita adalah orang Kristian yang sejati. Misalnya, murid-murid Yesus menganggap diri mereka mampu berbuat segalanya kerana mereka berasa memiliki status rasmi sebagai sebagai “murid Yesus”, tetapi ternyata mereka tidak mampu mengusir roh jahat malah iri hati bahawa ada orang lain yang bukan murid Yesus, namun berhasil mengusir roh jahat.

Mari kita renungkan: Apakah kerendahan hati kita bertentangan dengan keluhuran Kristiani.

Dengan hidup secara adil, jujur dan benar, adakah kita melakukan pekerjaan dengan baik sebagai seorang pemimpin yang rendah hati?

Yesus bersabda: “Belajarlah pada-Ku, kerana Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan”. Oleh itu, mari kita membukakan hati kita untuk dibimbing dan belajar tentang kerendahan hati dengan meneladani Yesus! Msgr. F.X. Hadisumarta O.Carm.