Tiga ancaman yang melemahkan sinodaliti

Bapa Suci mengatakan sinode 2022 menawarkan “peluang besar untuk mengubah istilah misi dan ekumenisme” tetapi “ia tidak terkecuali dari risiko tertentu.” Tiga risiko tersebut adalah: formalisme, intelektualisme dan kesombongan.

Oct 16, 2021


VATIKAN:
Bapa Suci mengatakan sinode 2022 menawarkan “peluang besar untuk mengubah istilah misi dan ekumenisme” tetapi “ia tidak terkecuali dari risiko tertentu.” Tiga risiko tersebut adalah: formalisme, intelektualisme dan kesombongan.

Merujuk pada formalisme, Bapa Suci mengatakan, “sinode dapat menjadi peristiwa biasa-biasa sahaja iaitu luaran sahaja yang mengkagumkan namun dalamannya kosong. Sinode bermatlamat sebagai “proses mengambil bahagian memahami rohani, bukan memperlihatkan citra diri kita yang baik, sebaliknya bekerjasama dengan karya-karya Tuhan dalam sejarah.”

“Kita harus mengakui,wujudnya kekecewaan dan ketidaksabaran di kalangan ramai pekerja pastoral, anggota badan penasihat keuskupan dan paroki dan wanita, yang selalu terpinggir.

Oleh itu Gereja sinodal adalah Gereja yang hendak mendengarkan suara semua kawasan, lebih-lebih lagi kawasan yang selama ini jarang didengar dan diperhatikan. Tidak menghairankan kalau tema yang diusung adalah soal persekutuan umat beriman (communio), partisipasi dan misi. Fransiskus ingin mengarahkan Gereja berfokus pada tugas perutusan utamanya, pewartaan Injil, itulah Gereja misionari.

Bapa Suci menegur adanya sikap elitisme di antara para imam dan uskup lalu memisahkan diri dari golongan awam.

Sri Paus menegaskan bahawa gereja sinodal “mengkehendaki perubahan visi tertentu, mengubah sebagian visi tertentu gereja yang kabur dan mengubah pelayanan imam, peranan orang awam, tanggungjawab gerejawi, peranan pemerintahan dan sebagainya.”

Risiko kedua: intelektualisme. Fransiskus mengatakan sinode “menawarkan peluang belajar sebagai sebuah kumpulan, dalam meneliti masalah-masalah gereja dan kejahatan di dunia kita. Bercakap sahaja tanpa pandangan mendalam atau kerohanian, akan berakhir dengan usaha sia-sia dan realiti mewujudkan umat Tuhan yang kudus di dunia tidak akan menjadi nyata.”

Risiko ketiga, “godaan rasa berpuas hati atau sombong” di mana sikap,“Kami selalu melakukannya dengan cara ini” atau memikirkan “tidak perlu berubah.”

Sikap ini adalah racun dalam kehidupan gereja. Mereka yang berfikir seperti ini, mungkin tanpa menyedarinya, melakukan kesalahan dengan tidak memandang serius situasi masa kini dalam kehidupan kita. Pada akhirnya, Gereja tidak ada kemajuan dan selamanya masih di takuk lama. — www.americamagazine.org

Total Comments:0

Name
Email
Comments