Toxic people lawan penebar positive vibes
Melalui apa yang saya tahu dan dengar, toxic people adalah orang yang beracun, memberi kesan buruk terhadap orang lain.
Jun 09, 2023

Akhir-akhir ini, ada istilah baru yang selalu disebut oleh kaum muda: toxic people.
Melalui apa yang saya tahu dan dengar, toxic people adalah orang yang beracun, memberi kesan buruk terhadap orang lain.
Ternyata pada ketika ini, tidak hanya di kalangan kaum muda, malah di peringkat kanak-kanak, remaja mahupun dewasa, kita dicabar untuk melawan budaya menebar toxic yang harus bermula dari diri sendiri.
Beberapa minggu lalu, saya membantu dalam sebuah retret untuk kaum muda yang membantu mereka agar dapat bebas dari toxic. Salah satu caranya ialah melalui sesi Doa Perdamaian.
Dalam Doa Perdamaian itu, ada momen di mana para peserta diajak untuk menyatakan kesedihan, rasa sakit, penyesalan dan kerinduan yang selama ini tersimpan dalam hati.
Setelah itu, diakhiri dengan menulis surat kepada ibu bapa. Ada beberapa reaksi dari peserta tersebut ketika menulis dengan serius, air mata mereka mengalir dalam mengungkapkan isi hati mereka.
Namun ada juga yang ragu-ragu untuk menulis, kerana berasa suratnya akan menjadi bahan tertawaan ibu bapa atau ibu bapanya mungkin tidak akan peduli.
Sebagai salah seorang penyampai sesi, saya memberi motivasi agar mereka tetap menulis dan berharap, agar apa pun yang terjadi, biarkan Tuhan yang bekerja.
Saya teringat beberapa tahun lalu, ketika saya berada dalam ruang pengakuan dosa. Saya ungkapkan seluruh kepedihan, kecenderungan diri yang melemahkan diri saya juga dosa-dosa saya.
Bapa Pengakuan kemudian memberi nasihat agar saya menulis surat kepada mereka yang “mengganggu” hidup saya.
Saya bertanya, mengapa disebut “menganggu hidup” saya?
Jawabannya sederhana. "Kerana tenaga yang saya terima daripada orang-orang itu, secara langsung atau percakapan tidak baik ‘orang-orang itu’ disampaikan kepada saya daripada orang lain – telah merasuk ke dalam diri saya dan menjadi energi negatif yang terpendam dalam diri saya.
Saya tersedar, ternyata surat yang saya tulis ketika itu adalah mirip yang diungkapkan oleh para peserta selepas Doa Perdamaian.
Saya bersyukur meskipun surat yang saya tulis itu menjadi bahan ketawa, tetapi saya teringat nasihat Bapa Pengakuan, apa pun reaksi ibu bapa yang membaca surat saya itu, biarkan Tuhan yang meneranginya dengan cara-Nya.
Saya diajak untuk membangun diri agar berandal pada kekuatan Tuhan, hidup semakin hening sehingga tidak ada ruang lagi yang dapat memasuki energi negatif yang pasti selalu ada di sekitar kita.
Akhirnya, saya memahami, tenaga negatif itu seperti racun (toxic), berupa kata-kata kasar, sindiran yang merendahkan seseorang, kerana didorong oleh rasa marah, ingin membalas dendam, benci dan berasa diperlakukan tidak adil.
Tanpa disedari, kita juga dapat menjadi toxic people kerana menyimpan rasa sakit hati, benci dan ingin membalas dendam.
Mujurlah kita terus menerus diperbaharui dan diselamatkan.
Melalui Sakramen Ekaristi dan Sakramen Tobat, kita memiliki sumber kekuatan untuk melawan budaya toxic yang melemahkan jiwa kita mahupun sesama.
Orang-orang yang memancarkan postive vibes, memancarkan kasih Tuhan yang menjadi daya ilahi, yang menyelamatkan ramai jiwa. — Sr Agnesia AK, Aleteia
Total Comments:0