Bolehkan Misa Requim bagi orang bunuh diri?

Pertama, perlu diperhatikan bahawa pandangan Gereja tentang tindakan bunuh diri mengalami perubahan yang cukup signifikan, sehingga sikap praktis pastoral Gereja seharusnya juga mengalami perubahan.

Jan 19, 2018

Soalan: Baru-baru ini, di paroki kami ada seorang umat yang bunuh diri. Paderi Paroki menolak mengadakan Misa Requiem dan menolak memimpin upacara pemakaman. Apakah memang Gereja Katolik melarang Misa Requiem dan pemakaman secara Katolik bagi orang yang bunuh diri? — Atanasius Jihaut, 018-211 xxx

Pertama, perlu diperhatikan bahawa pandangan Gereja tentang tindakan bunuh diri mengalami perubahan yang cukup signifikan, sehingga sikap praktis pastoral Gereja seharusnya juga mengalami perubahan.

Kedua, dulu, tindakan bunuh diri sering dimengertikan sebagai tindakan orang yang kehilangan iman dan harapan akan Tuhan. Contoh dari pengertian ini ialah Yudas Iskariot yang menggantung diri di pohon (Mat 26:5; bdk. Kis 1:18).

Penyesalan Yudas atas pengkhianatannya sedemikian hebat (Mat 26:4), tetapi dia tidak percaya lagi kepada pengampunan Tuhan, sehingga dia menghukum diri sendiri melalui bunuh diri.

Seringkali penyebab tindakan bunuh diri ialah hilangnya iman kepada Tuhan Yang Maharahim, yang bersedia mengampuni dosa betapa pun besar dan mampu mengatasi segala macam persoalan.

Iman yang hilang ini juga membuat orang tidak mempunyai harapan untuk masa depan. Semua menjadi gelap, beban menjadi tak tertanggungkan. Jalan keluar satu-satunya untuk melepaskan semua beban dan permasalahan ialah bunuh diri.

Dengan konsep seperti ini, mereka yang bunuh diri langsung dikategorikan dalam Hukum Gereja 1917 (KHK 1917 Kan 1240, #1,3) sebagai pendosa-pendosa nyata (Latin: peccatores manifesti), iaitu orang yang menolak iman secara eksplisit dan publik. Maka, berlakulah larangan eksplisit untuk mengadakan Misa Requiem dan pemakaman secara Katolik. Di daerah-daerah yang kental kekatolikannya, sikap ini sudah menjadi tradisi turun temurun, sehingga dapat saja para imam melanjutkan begitu saja tradisi itu, tanpa mempertimbangkan perubahan sikap Gereja.

Ketiga, dalam KHK 1983, pemakaman Katolik diatur dalam Kan 1183- 1185. Penolakan pemakaman diarahkan kepada mereka yang menolak iman Katolik secara eksplisit dan publik, iaitu penganut bidaah atau skisma serta mereka yang memilih kremasi, kerana menolak iman Kristian (bdk. KHK kan 1184 # 1, 1 dan 2). Maka, senafas dengan keduadua butir terdahulu, pengertian peccatores manifesti (Kan 1184 #1,3) juga harus berkaitan dengan penolakan iman secara eksplisit dan publik.

Yang menarik ialah bahawa penyebutan eksplisit orang yang bunuh diri dihapus. Penghapusan ini harus dimaknai sebagai kehendak Gereja untuk tidak serta merta menilai orang yang bunuh diri sebagai peccatores manifesti, iaitu mereka yang berdosa dengan menolak iman secara eksplisit dan publik.

Keempat, secara psikologi ramai di antara orang yang bunuh diri itu mengalami tekanan atau depresi sangat berat atau kekecewaan mendalam, sehingga mereka sudah tidak dapat lagi menggunakan akal sihat. Beban ekonomi, tanggung jawab moral yang berat, dan rasa keseorangan dapat menjebak orang-orang dalam lorong gelap yang tidak ada penghujung dan penuh ketidakpastian. Maka, perbuatan orang yang tertekan sedemikian secara moral bukan lagi perbuatan secara tahu dan mahu.

Keadaan subjektif yang demikian lebih mengundang keprihatinan, daripada sikap kaku untuk menegakkan hukum. Maka, seperti seorang ibu, Gereja dapat menunjukkan pengertian dan penerimaan atas peribadi orang yang bunuh diri, sementara tetap tegas menolak perbuatan bunuh diri. Yesus selalu peduli dan memberikan pertolongan.

Sikap Gereja yang demikian kiranya juga harus menjadi sikap umat terhadap saudara-saudari yang mati bunuh diri. Orang yang bunuh diri belum tentu menolak iman Kristian, apalagi secara eksplisit dan publik. Jika bunuh diri adalah terjadi kerana ketidak upayaan menggunakan akal fikiran yang sihat, maka Misa Requiem dan upacara pemakaman tetap dapat diterima atau diberikan kepada saudara yang bunuh diri.--Fr Petrus Maria Handoko CM @ hidupkatolik

Total Comments:0

Name
Email
Comments