Komitmen Gereja Katolik membanteras perdagangan manusia

Komitmen Gereja Katolik membanteras perdagangan manusia

Nov 23, 2018

VATIKAN: Takhta Suci dan Gereja Katolik sangat berkomitmen memerangi perdagangan manusia dan perhambaan moden, baik dalam mengatasi para pengemudi yang membakar bencana itu dan dalam menjangkau para korban.

Pernyataan itu diungkapkan oleh Pengamat Permanen Takhta Suci untuk PBB di New York, Uskup Agung Bernardito Auza dalam sebuah konferensi di PBB tentang "Penyelesaian Praktik untuk Membanteras Perdagangan Manusia," 9 November 2018.

Diplomat Takhta Suci itu menegaskan bahawa meskipun ada kemajuan hebat melawan perdagangan manusia melalui pelbagai prakarsa, namun sedihnya jumlah orang yang dihamba untuk eksploitasi seksual, kerja paksa atau pengambilan organ terus melonjak naik.

Ketika dunia akan merayakan peringatan 70 tahun adopsi Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia pada 10 Disember, uskup agung itu menyatakan bahawa lebih dari 40 juta orang saat ini terjerat oleh pelbagai bentuk perhambaan moden.

Menurut Sri Paus Fransiskus, jurang antara komitmen dan upaya kita serta kengerian yang dihadapi para korban sehingga mengakibatkan luka semakin membesar di kalangan masyarakat kontemporari.

Oleh kerana itu, "komitmen serius" sahaja tidak akan membantu, tetapi kita harus memastikan bahawa komitmen- komitmen itu "benarbenar efektif".

Dalam hal ini, Uskup Agung Auza membentangkan empat tujuan Rencana Aksi Global untuk Memerangi Perdagangan Orang: mencegah perdagangan manusia dengan mengatasi penyebabnya; melindungi dan membantu para korban; menuntut para penjahat; dan meningkatkan kerjasama di antara institusi dan masyarakat sivil.

Di antara para pengemudi yang membuat orang rentan terhadap perdagangan manusia, kata uskup agung orang Filipina itu, konflik bersenjata dan krisis pelarian secara khusus memburukkan lagi situasi dramatis masyarakat, terutama wanita dan anakanak.

“Kita harus jauh lebih praktik, bahkan tegas, dalam menangani bukan hanya buah yang jahat tetapi juga akar masalah,” kata uskup agung itu.

Komuniti-komuniti para sister Katolik di kebanyakan negara, kata Uskup Agung Auza, juga menjadi pemimpin-pemimpin praktik di lapangan dalam pekerjaan yang sangat penting ini.

Uskup agung itu menyebutkan prakarsa-prakarsa Gereja seperti Kumpulan Santa Marta, sebuah yayasan antarabangsa, dan Talitha Kum, jaringan antarabangsa dari 22 institut dari para biarawati dalam 70 negara di lima benua, di kota-kota besar dan daerah-daerah yang paling terpencil. — VIS

Total Comments:0

Name
Email
Comments