Perjuangan katekis di Myanmar dalam mewartakan Sabda Tuhan

John NgwaZar Dee adalah seorang katekis. Usianya 72 tahun. Beliau merupakan katekis pertama dari suku asli Lisu di Keuskupan Myitkyina di Myanmar.

Jul 03, 2021

John NgwaZar Dee di luar rumahnya yang sederhana (Foto dari Radio Veritas Asia)


YANGON:
John NgwaZar Dee adalah seorang katekis. Usianya 72 tahun. Beliau merupakan katekis pertama dari suku asli Lisu di Keuskupan Myitkyina di Myanmar.

Pada tahun ini, beliau merayakan 50 tahun menjadi katekis. John adalah misionari pertama ke desa Zang Yaw, tempat paling terpencil di paroki Putao di bawah Keuskupan Myitkyina, di Myanmar.

Karena letaknya yang terpencil, katekis itu harus berjalan kaki selama 15 hari untuk tiba di desa itu melalui jalan yang terjal.

Paderi Paroki juga hampir tidak dapat ke tempat ini, apatah lagi untuk mengunjunginya setahun sekali kerana memerlukan masa sebulan untuk ke desa tersebut dan pulang dari desa.

Meskipun jauh, John mengunjungi desa itu 14 kali pada masa mudanya. Kerana semangat misionari dan kerja kerasnya, hampir seluruh desa dan orang-orang di desa-desa terdekat memeluk agama Katolik.

John mengatakan bahawa dari tahun 1969 hingga 1970, dia dan dua pemuda lainnya pergi ke Institut Katekis Myanmar, yang dikendalikan oleh para paderi Misionari Columban.

“Pada masa itu sangat sukar," katanya. Namun kedua-dua orang sahabatnya itu meninggalkan institut dan menukar agama.

“Saya masih ingat salah seorang rakan saya mengatakan bahawa jika kita terus menjadi katekis Katolik, hidup ini tidak akan menjadi kaya dan sukar untuk bertahan dalam kehidupan,” kata John.

“Pada masa itu sangat sukar dan berat, tetapi orang tidak boleh tertipu untuk meninggalkan Gereja Katolik,” katanya.

“Keyakinan saya sederhana,” kata John. “Setiap kali saya dalam kesukaran saya percaya Tuhan bersama saya. Dia adalah tempat perlindungan saya,” katanya.

“Motto saya adalah kata-kata Ayub dalam Alkitab. Haruskah kita hanya mahu menerima apa yang baik dari Tuhan, sedangkan yang tidak baik kita tolak?” katanya.

“Ini memberi saya kekuatan. Saya tidak bekerja untuk manusia tetapi hanya untuk Tuhan.

"Kadang-kadang orang-orang akan memuji dan kadang-kadang mereka akan mengejek. Itu hal yang biasa,” tambahnya.

Bagi umat beriman di Lisu dan Rewang, katekis John adalah seorang pahlawan yang memperjuangkan Sabda Tuhan tanpa lelah dan tanpa menghadapkan balasan.

“Sampai sekarang, saya bahkan belum memiliki rumah. Rumah tempat saya tinggal sekarang bukan milik saya, dan saya tidak peduli, kerana Tuhan bersama saya,” katanya. — Joseph Atherpar / Radio Veritas Asia

Total Comments:0

Name
Email
Comments